Menurut Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ida Pramuwardani, hari tanpa bayangan adalah fenomena saat Matahari di posisi tertinggi di langit.
"Deklinasi Matahari dan bidang ekuator Bumi akan sejajar dengan lintang pengamat. Fenomena ini disebut dengan kulminasi utama, dikenal juga sebagai hari tanpa bayangan," ujar Ida.
Pada saat itu terjadi, Matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat. Hal ini menyebabkan bayangan benda tegak tampak menghilang, karena bertumpuk dengan benda itu sendiri.
Lantas, apakah posisi Matahari di titik paling tinggi akan membuat suhu di Pulau Jawa memanas?
Ida mengatakan, saat hari tanpa bayangan terjadi, Matahari akan memancarkan sinar dengan intensitas maksimum.
Kendati begitu, tingginya paparan sinar Matahari tidak memengaruhi perubahan suhu menjadi semakin panas.
"Intensitas ini tidak serta merta memengaruhi kenaikan suhu signifikan di permukaan Bumi, terutama di wilayah yang mengalami hari tanpa bayangan," terang Ida.
Hal itu karena kenaikan suhu disebabkan oleh banyak faktor, seperti tutupan awan, kelembapan, dan jumlah potensi awan hujan.
"Naiknya suhu tidak hanya dipengaruhi oleh sudut penyinaran," tambahnya.
Terpisah, Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin mengungkapkan hal senada.
Menurutnya, hari tanpa bayangan tidak akan memberikan dampak yang signifikan, khususnya pada suhu di Indonesia.
"Peningkatan suhu udara lebih dipengaruhi oleh awan dan pola angin yang beralih saat pancaroba," kata Thomas.
Namun, ketika Matahari berada pada titik tertinggi, paparan sinar ultaviolet (UV) akan lebih kuat dari biasanya.
Ida melanjutkan, fenomena ini juga tidak langsung memengaruhi waktu datangnya musim hujan.
Pergeseran datangnya musim hujan yang lebih cepat atau lebih lambat dipengaruhi oleh fenomena global, seperti La Nina atau El Nino, angin monson, serta kondisi permukaan laut di Samudra Hindia dan Pasifik.
Meski umumnya hari tanpa bayangan tidak berdampak langsung terhadap cuaca maupun iklim, tetapi masyarakat perlu waspada dengan paparan sinar UV.
Pasalnya, sinar tersebut dapat menginduksi sebagian besar perubahan kulit, seperti penuaan, kerutan, penebalan, dan perubahan pigmentasi.
"Jika ingin melakukan aktivitas di luar ruangan, agar menggunakan perangkat pelindung atau tabir surya," saran Ida.
Perangkat pelindung yang dimaksud, seperti pakaian pelindung dari sinar Matahari, topi lebar, atau kacamata hitam.
Agar perlindungan optimal, masyarakat bisa mengoleskan tabir surya SPF 30+ setiap dua jam, termasuk setelah berenang atau berkeringat.***