Wayang Simpel "Abiyasa"



Gaspolchanel.com - Begawan Abiyasa lahir di sebuah pulau Hutan bernama Gajah Oya sebelum berubah nama menjadi Hastinapura.

Alkisah ketika Begawan Palasara sedang melakukan tapa brata, datanglah bidadari untuk mengganggunya, namun tidak berhasil.

Karena susah diganggu akhirnya Betara Guru menyuruh Betara Narada untuk berubah menjadi burung dan Berharap bisa membuyarkan konsentrasi Sang Begawan.

Burung tersebut membuat sangkar dan beranak di atas kepala Sang Begawan, tapi kemudian terbang tinggi dan pergi.

Cara Jawanya bertengger dikepala atau mustakane Begawan sebenarnya dianggap tidak sopan.

Namun karena yang hinggap adalah binatang yo ra po po, sah sah saja. Malah Sang Begawan Palasara merasa kasihan pada anak burung yang ditinggal itu dan berusaha mencari induknya.

Lama berjalan kaki hingga sampai ditepi Sungai Gangga, Sang Begawan melihat Dewi Durgandini dan memintanya untuk mengantar menyebrang.

Setelah perkenalan itu kelak diketahui bahwa Durgandini yang menderita penyakit bau amis disekujur tubuhnya dijadikan istri oleh Begawan Palasara.

Setelah kelahiran Abiyasa anak mereka, bau amis dewi Durgandini hilang. Semenjak itulah Durgandini berganti nama menjadi Dewi Setyawati.

One day, Pada suatu hari Begawan Palasara meninggalkan kehidupannya dan bertapa di Rahtawu, pegunungan Sapta Arga. Sedangkan Dewi Setyawati yang ditingalkannya kemudian menikah dengan Prabu Sentanu.

Dari pernikahan itu Setyawati memiliki dua anak. Malang tak dapat ditolak untung tak bisa diraih Citranggada dan Citrawirya anak Setyawati dan prabu Sentanu itu meninggal.

Namun kesepian dan kesedihan dewi Setyawati tidak berlangsung lama karena Abiyasa akhirnya memberikan tiga orang cucu masing masing Destarastra, Pandu dan dewi Ambika.

Setelah anak-anaknya cukup dewasa, Abiyasa menyerahkan kepemimpinan kepada Pandu.

Setelah perang Baratayuda berakhir, Begawan Abiyasa pergi mengelilingi Padang Kuru Seta diiringi oleh seluruh keluarganya.

Ketika melihat bekas-bekas perang Baratayuda, Begawan Abiyasa merasa terharu karena menemukan tempat yang porak poranda serta banyaknya jiwa-jiwa yang belum sempurna.

Melihat itu, timbul rasa welas asih Abiyasa hingga mendorongnya untuk memperbaiki tempat-tempat yang rusak dan memuja jiwa-jiwa yang belum sempurna sehingga menjadi sempurna termasuk jiwa Begawan Durna.

Permintaan Abiyasa kepada Pendawa agar mereka merawat jasad Pendeta Durna, karena biar bagaimanapun Durna adalah guru para Pendawa.

Mendengar itu, Hati para Pendawa terharu oleh keadaan yang ada. Dilihatnya betapa besar kerusakan dan kehancuran yang ditimbulkan akibat perang.

Bukan hanya perang Baratayuda, perang apapun akibat perselisihan, semuanya akan berakibat buruk.

Sebagai seorang yang sakti, kematian Abiyasa berakhir dengan ‘moksa’ atau mati secara sempurna, yaitu hilang jiwa dan raganya tak berbekas dengan dijemput kereta kencana dari kahyangan.***

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama