Gaspolchanel.com - Walaupun Nama Karna
Cukup terkenal sebagai seorang Adipati yang gagah perkasa dari negeri Awangga,
yaitu menjadi bawahan kerajaan Astinapura, tapi sebenarnya perjalanan hidupnya
sangat sengsara.
Beruntung ketika dewi Kunthi membuangnya
saat masih bayi, Karna ditemukan oleh Rada yang merupakan istri seorang kusir
kereta.
Karna akhirnya diberi nama baru
yaitu Karna Radea yang artinya Karna anak Rada.
Kemahiran Karna menggunakan senjata
panah sebenarnya hanya karena otodidak. Ia belajar sendiri setelah hampir
setiap waktu melihat Kurawa dan Pandawa dilatih perang menggunakan panah oleh Durna.
Hingga suatu hari saat Kurawa dan
Pandawa mengadakan pertandingan menguji kemahiran prajurit dengan menggunakan
panah, Karna Radea tertarik untuk ikut serta.
Tanpa pikir panjang lagi, Karna nyelonong
masuk gelanggang minta kepada Durna supaya diperkenankan ikut bertanding dan
meyakini sanggup mengalahkan Arjuna yang dianggap murid terbaik.
Mendengar kata-kata sombong itu, Bima
naik pitam dan mencaci maki karna.
“Hei,
Kamu hanya anak pungut kusir kereta! lebih pantas memandikan kuda! dasar koplak!
Mak Clekit, karna hampir semaput dicaci dihadapan orang banyak.
Sementara itu Duryudana yang Melihat
keberanian si Karna, justru membelanya dan bahkan mengangkat Karna menjadi
Adipati di negeri Awangga.
Mak dhel. Lha kok langsung jadi pejabat? Wow, jebul Pengangkatan itu
beresifat politis.
Menurut Duryudana, Karna dapat
dijadikan andalan dalam menghadapi Pandawa, sekaligus menambah kekuatan dalam
kampanye merebut tahta kerajaan Astina.
Karna yang belum tau politik hanya
hah hoh saja dan merasa gumbira. Dengan spontan si Karna bersumpah bahwa Ia
Akan membela Kurawa sampi tetes darah yang penghabisan.
Sementara itu Dewi Kunti yang hadir
menyaksikan pertandingan hatinya senang bercampur sedih. Senang karena melihat
anak yang dulu dihanyutkan di sungai masih hidup dan telah menjadi seorang
ksatria yang gagah dan tampan. Namun juga merasa sedih, disebabkan tidak dapat
menemui karena takut rahasianya diketahui.
Yang lebih merisaukan hati Dewi
Kunti adalah ketika mendengar sumpah Karna yang akan memebela Kurawa sampai
mati. Timbul kekhawatiran Kunthi bahwa kedua anak kandungnya akan saling
bermusuhan.
Kekhawatiran itu pasti menjadi
kenyataan dengan akan terjadinya pertumpahan darah antara Pandawa dan Kurawa
dalam perang Baratayudha. Maka bergegaslah kunthi menemui Adipati Karna.
Setelah berdiskusi dengan Kresna
bergegaslah Kunthi menemui Adipati Karna.
“Raden, engkau adalah anakku, darah
dagingku yang ketika bayi ibu hanyutkan di sungai, Dan Pandawa adalah
adik-adikmu sekandung. Hati ibu akan hancur menyaksikan anak-anak kandungku
saling membunuh.”
Mendengar ratapan Dewi Kunthi,
Adipati karna tetap keukeuh
“Hamba mengakui bahwa hamba berada
di pihak yang berwatak angkara, tetapi akan lebih buruk lagi apabila diri hamba
ingkar janji. Dalam perang nanti, hamba akan merasa Bahagia bu, apabila harus
mati di tangan adik-adik hamba sendiri.”
Ibarat nasi sudah menjadi bubur.
Demi menjaga martabat nya sebagai ksatria, Adipati Karna menyampaikan pada
ibunya bahwa Pertarungan yang akan terjadi nanti, bukan pertarungan karena soal
pribadi melainkan kesemua itu telah diatur oleh pihak yang berkuasa yang tidak
mungkin dapat ditarik kembali.
Ringkas cerita pertemuan itu
berakhir dengan tidak tercapainya keinginan Kunti. Tetapi setidaknya sebagai
ibu Dewi Kunti merasa lega dengan pengakuan si anak yang hilang itu.
Menurut Mahabharata, baik Karna
maupun Pandawa tidak saling mengetahui jika mereka masih saudara sekandung.
Tapi setelah usai perang, barulah Pandawa mengetahui, bahwa Karna adalah
saudara kandungnya.
Dalam perang itu, Karna yang menggunakan panah aji Naraca Balla serta tombak Kunto Drewasa bisa dikalahkan oleh panah Pasopati hingga tertebas lehernya. Adipati Karna akhirnya gugur di tangan Arjuna, adik kandungnya sendiri.***