Wayang Simpel Aswatama

 

Gaspolchanel.com - Pada perang Bharatayudha pernah diceritakan bahwa Pandita Durna gugur  karena terkena siasat para Pandawa.

Dengan dihembuskannya kabar bahwa Aswatama mati, semangat berperang Pandita Durna menjadi kendor dan ini menyebabkan Durna tak bersemangat sehingga mudah dikalahkan. 

Kala itu Durna meninggal karena tebasan senjata Drestajumena. Setelah Perang Bharatayuda berakhir dan keluarga Pandawa pindah dari Amarta ke Hastinapura, secara bersembunyi Aswatama masuk dan menyelundup ke dalam istana Hastinapura hingga mendapatkan pusaka “Panah Cundamanik".

Sementara itu, sewaktu terjadi insiden dengan Prabu Salya raja Mandura jauh sebelum pendata Durna gugur, Aswatama pernah berselisih paham dan menuduh Prabu Salya telah berkhianat : itu jelas keliru, ketika Adipati Karna melepas senjata, njenengan membuat kereta bergoyang agar tidak terkena sasaran kan ?  

Atas tuduhan itu, Salya murka dan hampir terjadi baku hantam. Untung Prabu Duryudana datang melerai  sekaligus menyalahkan Aswatama.

"Sebagai menantu aku mengingatkan He aswatama ! kamu ora mung tak salahke, nanging uga tak tundung  untuk angkat kaki, angkat koper  pergi dari sini dan jangan kembali. Please go to hell," ucap Prabu Duryudana. 

Aswatama akhirnya GO WESS pergi naik sepeda meninggalkan Hastinapura, dan kelak akan muncul kembali setelah nantinya mengetahui Duryudana sekarat dan Kurawa hampir remuk ajur mumur digempur Pandawa. 

Apalagi setelah mengetahui bahwa ayahnya, yaitu Durna tewas di tangan Drestajumena, timbul niatnya ingin membalas dendam. Tapi secara terang-terangan berhadapan dengan pandawa, Aswatama tidak merasa mampu. Jalan satu-satunya adalah dengan mengadakan gerakan bawah tanah. 

Ketika menggali terowongan menuju pesanggrahan pandawa, suasana memang gelap. Saat itulah melalui semedi, Aswatama menghadirkan Dewi Wilotama sang ibu untuk membantunya.

“Anakku, ibu mengerti engkau kesulitan. Tetapi ketahuilah perang telah berakhir. Lebih baik engkau menyerah supaya selamat ngger," pinta Dewi Wilotama. 

Mendengar permintaan Ibunya Aswatama kemudian menjawab “Menyerah? Oh NO Mom ! hamba tidak akan menyerah sebelum dapat membalas kematian resi dan raja Duryudana yang sedang sekarat menghadapi ajal,” Itulah  pilihan Aswatama. 

Hanya saja Ibunya berpesan : “Baiklah aku akan menerangi dengan cahaya terang benderang selama engkau bekerja. Pesan mamah, jangan sekali-kali menoleh ke belakang. Jika kau langgar, selain cahaya akan lenyap seketika, kau pun akan tercatat sebagai anak durhaka dan akan menerima hukuman yang amat berat,” kata sang ibu. 

Aswatama lalu menyanggupi dan seketika gebyar gebyar lah cahaya dari belakang yang dipancarkan tubuh Ibunya.  

Mula-mula ia bekerja seperti biasa, tapi lama-lama timbul keingintahuan seperti apa cahaya yang diberikan sang ibu. Maka seketika ia nekad menoleh ke belakang dan berteriaklah Dewi Wilotama. Seiring dengan itu keadaan menjadi gelap gulita. 

“Kau anak Durhaka Aswatama. Kau anak durhaka," demikian ucapan Sang Dewi. 

Lambat laun suara itu menghilang, kembali terbang ke khayangan. Aswatama tidak mengerti, bahwa Cahaya yang keluar dari tubuh Wilotama adalah lambang cinta kasih seorang ibu kepada anaknya. 

Sejak lahir dari kandungan, ibu telah memberi sinar untuk menerangi perjalanan hidup anak melalui air susunya. Karena itu anak wajib menghormati orang tuanya. Dengan melanggar nasehat atau pesan dewi Wilotama, Aswatama dianggap sebagai anak yang tidak hormat dan kelak mendapat laknat.

Benar juga, setelah berhasil membunuh para satria Pandawa, Aswatama  melangkah ke sebuah kamar. Di tempat itu dilihatnya anak Abimanyu bernama Parikesit yang masih bayi.

Saat Aswatama hendak membunuh si jabang bayi, tiba tiba si bayi menangis sekeras-kerasnya dan tanpa sengaja kakinya menendang panah Pasopati. Panah terpental melesat langsung mengenai leher Aswatama. “Aduuh ! Mati aku !  Dan matilah Aswatama seketika itu.***

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama