Gaspolchanel.com - Pada awal mula
dunia diciptakan adalah sebuah cahaya berbentuk telur.
Sang Hyang Tunggal lalu menciptakan
kulit telur menjadi bumi dan langit yang dipisahkan cakrawala.
Setelah kulit telur terpisah dari
isinya, maka terlihatlah semakin bercahaya isi telur tersebut. Cahaya yang
memancar dari kuning telur menjadi Manik dan Maya, atau cahaya indah berwarna
kehijauan.
Sedangkang cahaya yang ditimbulkan
dari bagian putih telur menjadi Nur, sinar terang benderang dan Teja atau Sorot
pancaran.
Dari keempat cahaya yang di
pancarkan isi telur yaitu: Manik, Maya, Nur dan Teja, lahirlah empat orang
ksatria tampan.
Dari Manik lahirlah Manikmaya, dari
Maya lahirlah Ismaya, dari Nur lahirlah Nurada atau Narada dan dari Teja
lahirlah Tejamantri. Keempat manusia pertama ciptaan Sang Hyang Tunggal itu
disebut sebagai dewa dengan gelar Bathara.
Pada perjalanan selanjutnya, keempat
Batara yang tampan tersebut saling berebut untuk menjadi penguasa dunia.
Batara Manikmaya, Batara Ismaya dan
Batara Tejamantri beradu kesaktian. Dalam adu kesaktian tersebut Batara
Manikmaya berubah bentuk menjadi orang bertangan empat dengan sebutan Batara
Guru.
Batara Ismaya, berubah menjadi
Semar, Batara Teja atau Batara Tejamantri atau juga Batara Antaga berubah
bentuk menjadi orang pendek, gemuk dan bermulut lebar dan biasa dipanggil
Togog.
Pada suatu hari Ing sakwijining dina
Batara Narada yang tampan, sakti, cerdas, banyak ilmu dan berwawasan luas
sedang bertapa di tengah samodra sambil memegang Cupu Linga manik yang berisi
Tirta maya Mahadi, yaitu Air yang dapat digunakan untuk mengobati segala macam
penyakit.
Karena memiliki permohonan tinggi
dan kekhusukan yang luar biasa, atmosfir yang dipancarkan ketika itu sangat
panas dan sempat membuat Kahyangan geger gonjang ganjing. Suasana memang agak
kacau, Kahyangan horeg Bergetar.
Baru setelah Batara Guru melihat
melalui Kaca Trenggana, diketahuilah bahwa ternyata gonjang ganjing itu disebabkan
oleh Batara Narada yang sedang bertapa.
Untuk upaya mengatasinya, para dewa harus turun.
Kepada Batara Indra, Batara Guru bilang “Kamu saya tunyuk eh saya tunjuk sebagai
pemimpin rombongan ini. Tolong bangunkan Narada lalu bujuk agar
mau dibawa ke Kahyangan dan
mempertanggungjawabkan situasi yang terjadi.”
Tapi sayang walaupun para dewa memaksanya, kemampuan Narada melebihi
kemampuan seluruh dewa.
Batara Indra menyerang dengan
senjata petirnya, Batara Brahma mencoba membakar serta Batara Bayu yang
mengeluarkan angin puyuh dan angin topan untuk menyapu tubuh Batara Narada. Tapi
masih juga gagal.
Selanjutnya, saat Batara Wisnu akan
menggunakan senjata Cakra Udaksana, Batara
Narada berkomentar, “ketahuilah bahwa
sesungguhnya Cakra Udaksana itu hanya bisa dikenakan kepada orang yang durjana,
angkara murka dan selalu menyusahkan orang banyak. Eee Lha kok sekarang malah
saya yang mau dibidik? Ya sudah pasti tidak mempan!”
Dengan ucapan itu Cakra Udaksana
justru menghilang dan kembali ke Batara Wisnu.
Dikarenakan tidak ada yang mampu
Bethara Guru akhirnya turun tangan sendiri dan berhasil mengalahkah kesaktian
Batara Narada sambil nyelethuk bahwa wajah Nurada itu lucu.
Cep Klakep, seketika itu Batara
Nurada menjadi jelek tidak tampan lagi.
Wajahnya lucu dan tubuhnya menjadi pendek, perutnya buncit.
Namun demikian dalam hal ilmu dan
kecerdasan, Batara Narada mempunyai tingkatan ilmu lebih tinggi dibandingkan
dengan Batara Guru.
Oleh karenanya Batara Narada
diangkat menjadi patih kahyangan Jonggring Saloka mendampingi Batara Guru.
Batara Narada dalam pewayangan
memiliki anak bernama Kanekawati dan Malangdewa.
Narada Walau sakti mandraguna dan
pinter, toh pernah juga khilaf yaitu tatkala menganugerahkan pusaka sakti
berujud panah Kuntawijayandanu.
Seharusnya pusaka itu diberikan kepada Arjuna, tetapi keliru diberikan kepada Adipati Karna. Itulah kesalahan fatal Narada suami Dewi Wiyodi yang ditempat tinggalnya Kahyangan Suduk Pangudal Udal lebih dikenal dengan panggilan Batara Kanekaputra.***