Wayang Simpel Wisanggeni

 

Gaspolchanel.com - Kelahiran Wisanggeni dalam jagad pewayangan adalah diluar kehendak dewa.

Hal ini dikarenakan Wisanggeni sesuai namanya adalah bisa dan api, manusia gila dalam arti yang sebenarnya. 

Tak peduli siapapun pasti dibakarnya. Musuh atau sodara, teman atau tetangga, kriteriannya hanya satu “yang dibicarakan adalah kebenaran dan kebatilan adalah musuhnya”.

Dalam kisah  Mahabharata, Wisanggeni adalah anak Arjuna dari Dewi Dresanala. Ia lahir karena Dresanala bersikukuh tidak mau menggugurkan kandungannya seperti tujuh bidadari yang juga hamil. 

Kehamilan itu merupakan anugerah sang hyang manikmaya kepada Arjuna  karena telah membebaskan kahyangan dari raksasa Niwatakawaca yang uber uber Dewi Supraba.

Pada saat itu di kahyangan Daksinapati  kelahiran Wisanggeni dianggap menyalahi kodrat. Namun tidak ada yang tahu siapakah yang harus dipersalahkan. Arjuna yang menanam benih atau Dewi Dresanala, yang merupakan ibu si jabang bayi. 

Memang, pada kenyataannya tidak ada yang berani menghakimi sekalipun sang kakek yaitu Batara Brama. Sebab, Wisanggeni adalah titisan Sang Hyang Wenang dan sakti, lahir dan besar secara bersamaaan di tengah api kawah candradimuka dan di emong oleh aki semar badranaya. 

Bukan hanya kawah candradimuka yang menggembleng jiwa wisanggeni, tapi luka di hati yang tetap berakar, karena kelahirannya yang dianggap melanggar kodrat itu telah menjelmakan energi yang menjadikannya satria berkemampuan luar biasa. 

Di bawah asuhan Sang Hyang Antaboga dan Bethara Baruna,  Wisanggeni sanggup terbang layaknya Gatotkaca, ambles bumi seperti Antareja dan berkubang tenang di lautan menandingi Antasena.

Sebagai Satria Pandhawa yang mempunyai sifat mungkak kromo atau tidak mau berbahasa halus pada siapapun termasuk pada Sang Bethara Guru ini, merupakan  satria tiada tandingan dan tiada yang mampu melawannya. 

Wisanggeni Seringkali dicap sebagai “wong edan” karena tak mempan senjata apapun di dunia ini. Ia digambarkan  gabungan sipat sipat yang luar biasa cerdas, weruh sakdereng winarah atau mampu melihat hal yang belum terjadi.

Wisanggeni juga pandai diplomatik tak cepet naik darah, serta wani tanpo aling aling. Ketika para dewa melakukan kesalahan dan ketidak adilan pada para pandawa, hanya wisanggeni yang berani "Nggebug" mereka. Seperti yang diungkapkan Bethara Guru : “Heleh heleh ..kurang ajar wisanggeni, kalau ngamuk medeni banget,".

Wisanggeni bener bener sangat sakti, Bahtara guru saja dapat dikalahkannya. Dalam cerita “kelahiran wisanggeni “ Bathara guru sampe lari ngibrit ke dunia, karena di kayangan semua dewa di buat babak belur ajur mumur oleh Wisanggeni. 

Sebagai Ksatria seperti hal nya Antasena, Wisanggeni dijadikan symbol pemuda dengan api yang berkobar. Ia dianggap tidak mengenal tata krama.  

Bukannya tidak tahu tata krama, tetapi, wisanggeni memang to the point. Tekad dan semangatnya ‘sundul langit’  menembus batas. 

Bagi Wisanggeni hidup perlu strategi, dan perlu penguasaan pancaindera jika ingin Negara makmur dan sejahtera.

Berkaitan perselisihan Pandawa dan Kurawa, menurut Wisanggeni Pandawa harus menang dengan memaksimalkan kekuatan sendiri, tanpa dibantu oleh kekuatan lain. 

Namun anehnya dalam Perang Bharatayuda, para dewa di kaendran Jonggring Saloka justru menuntut Wisanggeni dan Antasena harus mati agar Pandawa bisa menang di dalam peperangan itu.  

Ketika Antasena dan Wisanggeni bertanya pada Sang Hyang Wenang : …”dengan cara apa kami bisa membela Pandawa  Bapa?  Sang hyang Wenang  menjawab dengan singkat  : “ dengan cara, mati,".

Aduh Biyung, dalam lelah setiap pertempuran nya Wisanggeni tak mengerti kenapa dirinya sebagai Putera Arjuna tak henti hentinya diburu oleh para Utusan Dewa. 

"Sungguh bukankah Dewa adalah pengatur dan pelindung segalanya

Sapa ta sing gawe kodrat. Lan sapa sing nyalahi kodrat," batin Wisanggeni. 

Memang sangat miris, namun Entah semiris apa kidung yang ditiupkan, saat Wisanggeni meregang nyawa, memenuhi permintaan para dewa di kaendran Jonggring Saloka. 

Yang jelas, Kahyangan Daksinapati tempat Dewi Dresanala mengasuh dan membuai Wisanggeni menangis dan meratapi takdir yang pada akhirnya tetap terjadi. 

Ditangan Bala Kurawa Wisanggeni mati bersama Antasena , atas permintaan Kresna agar menjadi tumbal untuk kemengan Pandawa dalam perang Bharatayudha.***

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama