Gaspolchanel.com - Pernikahan tidak selalu mulus, oleh
karena itu perceraian sangat mungkin terjadi jika kedua belah pihak sudah tidak
ingin lagi mempertahankan pernikahannya.
Sayangnya, perceraian bukanlah hal yang mudah bagi warga
Korea Utara. Sebab, orang yang bercerai jutru dianggap membawa kekacauan di tengah
masyarakat.
Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa warga negara
Korea Utara yang mengajukan gugatan cerai malah segera dikirim ke kamp kerja
paksa.
Menurut laporan Radio Free Asia yang diterbitkan pada hari
Senin, sebuah sumber anonim yang tinggal di provinsi Yanggang, Korea Utara,
mengatakan, ada 12 pasangan secara resmi bercerai di pengadilan pada 13
Desember.
Dan menurut laporan tersebut, segera setelah perceraian
resmi, semua orang malah dikirim ke kamp kerja paksa militer.
"Tahun lalu, hanya orang yang awalnya mengajukan
gugatan cerai yang dikirim ke kamp kerja militer. Sekarang dua-duanya yang
dijebloskan ke kamp kerja militer, mulai bulan lalu," ujar sumber
tersebut.
Pada bulan Juni 2021 lalu, media daring Daily NK yang
berbasis di Seoul melaporkan bahwa meskipun otoritas Pyongyang menjatuhkan
hukuman kerja paksa selama enam bulan di kamp kepada orang-orang yang bercerai.
Tapi mereka yang punya masalah paling banyak sebagai
penyebab perceraianlah yang dikirim ke kamp kerja paksa.
Hal ini diyakini sebagai tanggapan atas perintah pemimpin
Korea Utara Kim Jong-un pada bulan Maret tahun itu.
Kim Jong-un menuduh mereka yang terlibat mengupayakan
perceraian, sedang "menabur kekacauan di masyarakat dan menentang cara
hidup sosialis".
Hukum Korea Utara mengakui kemungkinan perceraian tetapi
tidak menentukan hukuman bagi pasangan yang bercerai.
Sumber lain memberi tahu Radio Free Asia tentang seorang
pria yang menghabiskan tiga bulan di kamp kerja paksa karena bercerai.
Sumber tersebut mengatakan bahwa 30 dari 120 orang berada
di kamp, karena mereka sedang menceraikan pasangannya. Untuk itu, perempuan
seringkali menghadapi hukuman yang lebih lama dibandingkan laki-laki.
Sumber juga menjelaskan, hal ini dikarenakan perempuanlah
yang cenderung mengajukan gugatan cerai di Korea Utara, karena adanya kekerasan
dalam rumah tangga yang dilakukan oleh sang suami.
Sebuah laporan yang dirilis oleh Institut Unifikasi Nasional Korea pada bulan Januari, berdasarkan wawancara dengan 71 pembelot, mengatakan semakin banyak perempuan di Korea Utara yang lebih memilih tinggal bersama pasangannya daripada berstatus menikah (dn).***