Gaspolchanel.com - Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dikenal sebagai salah satu daerah penghasil durian berkualitas.
Namun, ada mitos unik yang berkembang di masyarakat setempat. Durian sisa bajing, atau durian yang sebagian telah dimakan oleh bajing, diyakini memiliki khasiat khusus sebagai obat bagi pasangan yang belum dikaruniai keturunan.
Kepercayaan ini membuat durian sisa bajing menjadi buruan sebagian warga, terutama mereka yang tengah berusaha memiliki anak.
Salah satu warga yang mempercayai mitos ini adalah Dyah Puji Astuti, warga Desa Jrahi. Saat berbelanja durian di Desa Giling, ia menemukan durian sisa bajing yang langsung terlintas untuk diberikan kepada kerabatnya.
"Kebutuhan saya sebenarnya pecinta durian. Kebetulan saat ke sini ada sisa bajing. Saya teringat kerabat saya yang belum dikaruniai anak. Tidak ada salahnya mencoba sebagai wujud ikhtiar," katanya saat ditemui di lokasi penjual durian, Kamis 2 Januari 2025.
Dyah menambahkan, meskipun mitos ini belum terbukti secara ilmiah, ia tetap ingin mencobanya sebagai salah satu usaha.
"Ini bagian dari usaha dan doa agar dikaruniai keturunan oleh Allah," imbuhnya.
Karyono, penjual durian asal Desa Giling yang akrab disapa Yon menyebutkan, bahwa kepercayaan terhadap khasiat durian sisa bajing sudah ada sejak masa nenek moyangnya.
"Orang-orang tua dulu percaya durian sisa bajing bisa jadi obat untuk pasangan yang belum punya anak. Tapi ya itu, hanya mitos. Allahu A'lam," ucapnya.
Yon mengaku durian sisa bajing cukup diminati pembeli, meskipun ia tidak menaikkan harganya. Bahkan, durian jenis ini dijual lebih murah daripada durian utuh.
"Harganya sama, bahkan kadang saya kurangi. Kasihan kalau harus dinaikkan," jelas Yon yang mengelola gerai Lokal King Nusantara.
Harga durian di gerainya bervariasi, mulai dari Rp 20 ribu hingga Rp 120 ribu per buah, tergantung rasa dan ukuran.
"Kami jual durian lokal king Nusantara, ada yang rasa pahit dan manis. Harganya tergantung ukuran," tutupnya.
Meski menjadi cerita turun-temurun, khasiat durian sisa bajing belum terbukti secara ilmiah.
Namun, kepercayaan ini tetap hidup di tengah masyarakat Pati, menjadi bagian dari tradisi dan usaha spiritual bagi mereka yang berharap mendapatkan keturunan.
Apakah ini benar-benar berkhasiat? Hanya waktu dan keyakinan masing-masing yang bisa menjawab(ek).***
Editor : Hermas Krisnawantyo